Haramkah Warisan Dibagi Rata - Portal Aswaja
Portal Aswaja - Haramkah warisan di bagi rata, Tanah warisan adalah tanah yang di wariskan untuk orang yang akan menerima warisan tersebut , ada beberapa aturan-aturan dalam membagikan tanah warisan dengan anak-anak yang jauh sebelum nya sudah di perbicarakan antara keluarga.
pembagian tanah warisan menurut islam Allah swt telah menjelaskan aturan didalam pembagian warisan sesuai dengan ilmu dan hikmah-Nya dan tidak diperbolehkan bagi manusia untuk merubahnya baik dengan menambah atau menguranginya, sebagai suatu bentuk keredhoannya kepada Allah swt.
Allah pun menuntut setiap orang yang beriman untuk menerima semua aturan Allah dan Rasul-Nya dan mengedepankannya dari yang lainnya sebagai bentuk ketaatan kepada-Nya. Dan barangsiapa yang membantah atau tidak menerimanya sesungguhnya orang itu telah berbuat maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya, sebagaiman firman-Nya
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُّبِينًا
Artinya : “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. dan Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya Maka sungguhlah Dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al Ahzab : 36)
entang hukum waris ini, Allah swt banyak membicarakannya didalam Al Qur’an, diantaranya :
يُوصِيكُمُ اللّهُ فِي أَوْلاَدِكُمْ لِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الأُنثَيَيْنِ
Artinya : “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan.” (QS. An Nisaa : 11)
Dengan demikian tidak diperbolehkan bagi orang yang mewarisi atau para ahli waris atau siapa pun untuk membagi harta warisan dengan cara membagi rata kepada para ahli waris si mayat.
Adapun apabila harta seseorang yang belum meninggal dibagi rata kepada anak-anaknya maka dilihat dari niat si orang tersebut :
1. Jika pembagian itu diniatkan sebagai pemberian (hibah) kepada anak-anaknya maka ini hukumnya boleh dan jumhur ulama menganjurkan (tidak wajib) untuk membagi secara rata tanpa membedakan antara anak laki-laki dan anak perempuan.
2. Jika pembagian itu diniatkan sebagai warisan sehingga dibagi rata diantara anak-anaknya maka ini tidak boleh baik pesanan dari pewaris atau dengan kesepakatan ahli waris, karena hal itu melanggar aturan yang ada didalam hukum waris.
Terhadap penjualan sebagian harta ibu anda, jika hal itu terjadi sebelum ibu anda meninggal dunia dan dia meniatkannya sebagai pemberian (hibah) maka seharusnya pembagiannya mengikuti aturan diatas yaitu tidak hanya dibagikan kepada anak-anak perempuannya dan mengabaikan anak-anak laki-lakinya, sebagaimana hadits Rasulullah saw,”Samakanlah diantara anak-anakmu (baik laki-laki maupun perempuan) dalam pemberian.” (HR. ath Thabrani)
Dari permasalahan yang ada maka seluruh harta waris, baik peninggalan ayah maupun ibu habis dibagi untuk seluruh anak-anak mereka, yaitu 3 orang anak laki-laki dan 5 orang anak perempuannya dengan ketentuan bagian setiap anak perempuannya setengah dari bagian setiap anak laki-lakinya.
Masukan saya untuk anda dalam permasalahan ini, sebagai berikut :
1. Hendaklah para ahli warisnya menghitung ulang seluruh harta waris si mayat, baik harta dari ayah maupun ibu—diluar pemberian (hibah)—dengan ketentuan yang sesuai dengan hukum waris.
2. Menentukan bagian setiap ahli waris yang sesuai dengan hukum waris dalam islam.
3. Adapun apabila harta waris tersebut telah terpakai atau habis oleh sebagian ahli warisnya sebelum pembagian warisan yang sesuai dengan hukum waris dilakukan maka hal itu dianggap sebagai utang mereka kepada ahli waris yang lainnya.
4. Karena ia dianggap sebagai utang sebagian ahli waris terhadap ahli waris yang lainnya maka dalam hal ini berlaku hukum utang-piutang. Seorang yang berutang yang belum memiliki kesanggupan atau tidak mampu membayarnya boleh meminta keringanan dari orang yang mempunyai piutang, mungkin berupa penundaan pembayarannya atau penghapusan utang yang merupakan sedekah mereka kepada orang yang berutang selama mereka redho dengan hal itu.
5. Adapun terkait dengan hibah maka hendaklah dibagi secara rata kepada seluruh anak-anaknya, sebagaimana pendapat jumhur ulama. Namun dibolehkan melebihkan bagian seorang anak tertentu dari anak-anak yang lainnya manakala memang hal itu diperlukan, seperti : untuk biaya pengobatannya, melunasi utang-utangnya, karena anaknya banyak, bekal pendidikannya atau yang lainnya, sebagaimana riwayat dari Ahmad. (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz V hal 4014). Namun jika pembagian hibah kepada anak-anak tertentu tidak memiliki alasan yang dibenarkan maka harta hibah itu harus kembali diperhitungkan.
6. Selesaikanlah seluruh permasalahan diatas dengan asas kekeluargaan terlebih antara saudara-saudara kandung.
Wallahu A’lam.
Sumber : www.eramuslim.com
No comments