Khalid Basalamah : "Orang Tua Rasul Kafir dan Masuk Neraka" Benarkah??
Khalid Basalamah : “Orang Tua Rasul Kafir dan Masuk Neraka”
inilah penjelasan lengkap dari PBNU atas Pertanyaan dari Saudara Hilmi dan
Pernyataan Khalid Basalamah
Portal Aswaja
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Yang terhormat redaksi Bahtsul Masail NU Online. Kami memohon
penjelasan tentang hadits riwayat Muslim yang menyatakan bahwa ayah dan ibu
Nabi Muhammad SAW masuk neraka. Kami memohon penjelasan hadits ini. Apakah
benar di Hari Kiamat ayah dan ibu Nabi Muhammad saw masuk neraka? Terima kasih
atas penjelasannya. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Hilmi Qosim Mubah)
Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya dan pembaca yang budiman di mana pun berada. Semoga
Allah SWT melimpahkan rahmat dan petunjuk-Nya untuk kita semua. Sebelum
berbicara lebih jauh kita terlebih dahulu menyebutkan hadits riwayat Imam
Muslim yang menunjukkan bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW termasuk penduduk
neraka kelak di akhirat.
Kita setidaknya menemukan dua hadits yang diriwayatkan di
dalam kitab Jamuis Shahih Muslim terkait masalah ini. Hadits pertama
diriwayatkan oleh Sahabat Anas bin Malik. Hadits kedua diriwayatkan Sahabat Abu
Hurairah RA.
Hadits riwayat Anas bin Malik RA menceritakan sebagai
berikut.
أَنّ رَجُلاً قَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ، أَيْنَ أَبِي؟ قَالَ: فِي النّارِ. فَلَمّا قَفّى دَعَاهُ فَقَالَ: إِنّ أَبِي وَأَبَاكَ فِي النّارِ
Artinya, "Salah seorang sahabat bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, di manakah kini ayahku?’ Nabi Muhammad SAW menjawab, ‘Di neraka.’
Ketika orang itu berpaling untuk pergi, Nabi Muhammad SAW memanggilnya lalu
berkata, ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka,’” (HR Muslim).
Sementara hadits riwayat Abu Hurairah RA menyebutkan sebagai
berikut.
زَارَ النّبِيّ صلى الله عليه وسلم قَبْرَ أُمّهِ. فَبَكَىَ وَأَبْكَىَ مَنْ حَوْلَهُ. فَقَالَ: اسْتَأْذَنْتُ رَبّي فِي أَنْ أَسْتَغْفِرَ لَهَا فَلَمْ يُؤْذَنْ لِي وَاسْتَأْذَنْتُهُ فِي أَنْ أَزُورَ قَبْرَهَا فَأذِنَ لِي
Artinya, "Nabi Muhammad SAW menziarahi makam ibunya. Di
sana Beliau SAW menangis sehingga para sahabat di sekitarnya turut menangis.
Rasulullah SAW mengatakan, ‘Kepada Allah Aku sudah meminta izin untuk
memintakan ampun bagi ibuku, tetapi Allah tidak mengizinkanku. Lalu Aku meminta
kepada-Nya agar Aku diizinkan menziarahi makam ibuku, alhamdulillah Dia
mengizinkanku," (HR Muslim).
Secara harfiah pemahaman yang kita dapati dari keterangan dua
hadits di atas menujukkan bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW termasuk ke
dalam penghuni neraka. Tetapi sebenarnya ulama baik dari kalangan ahli hadits
maupun kalangan ahli kalam berbeda pendapat perihal ini. Di antara ulama yang
memaknai hadits ini secara harfiah adalah Imam An-Nawawi. Dalam kitab Syarah
Muslim yang ditulisnya menunjukkan secara jelas posisinya seperti keterangan
berikut ini.
قوله ( أن رجلا قال يا رسول الله أين أبي قال في النار فلما قفى دعاه فقال إن أبي وأباك في النار ) فيه أن من مات على الكفر فهو في النار ولا تنفعه قرابة المقربين وفيه أن من مات في الفترة على ما كانت عليه العرب من عبادة الأوثان فهو من أهل النار وليس هذا مؤاخذة قبل بلوغ الدعوة فان هؤلاء كانت قد بلغتهم دعوة ابراهيم وغيره من الأنبياء صلوات الله تعالى وسلامه عليهم وقوله صلى الله عليه و سلم أن أبي وأباك في النار هو من حسن العشرة للتسلية بالاشتراك في المصيبة ومعنى قوله صلى الله عليه و سلم قفي ولى قفاه منصرفا
Artinya, “Pengertian hadits ‘Seorang lelaki bertanya, ‘Wahai
Rasulullah, di manakah kini ayahku?’ dan seterusnya, menunjukkan bahwa orang
yang meninggal dalam keadaan kufur bertempat di neraka. Kedekatan kerabat
muslim tidak akan memberikan manfaat bagi mereka yang mati dalam keadaan kafir.
Hadits ini juga menunjukkan bahwa mereka yang meninggal dunia di masa fatrah
(masa kosong kehadiran rasul) dalam keadaan musyrik yakni menyembah berhala
sebagaimana kondisi masyarakat Arab ketika itu, tergolong ahli neraka. Kondisi
fatrah ini bukan berarti dakwah belum sampai kepada mereka. Karena sungguh
dakwah Nabi Ibrahim AS, dan para nabi lainnya telah sampai kepada mereka.
Sedangkan ungkapan ‘Sungguh, ayahku dan ayahmu berada di dalam neraka’
merupakan ungkapan solidaritas dan empati Rasulullah SAW yang sama-sama terkena
musibah seperti yang dialami sahabatnya perihal nasib orang tua keduanya.
Ungkapan Rasulullah SAW ‘Ketika orang itu berpaling untuk pergi’ bermakna
beranjak meninggalkan Rasulullah SAW.” (lihat Imam An-Nawawi, Al-Minhaj Syarah
Shahih Muslim Ibnil Hajjaj, Dar Ihyait Turats Al-Arabi, Beirut, Cetakan Kedua,
1392 H).
Sementara ulama lain menilai hadits ini telah dimansukh
(direvisi) oleh riwayat Sayidatina Aisyah RA. Dengan demikian kedua orang tua
Rasulullah SAW terbebas sebagai penghuni neraka seperti keterangan hadits yang
telah dimansukh. Salah satu ulama yang mengambil posisi ini adalah Syekh
Jalaluddin As-Suyuthi dalam karyanya Ad-Dibaj Syarah Shahih Muslim Ibnil
Hajjaj.
حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وزهير بن حرب قالا حدثنا محمد بن عبيد عن يزيد بن كيسان عن أبي حازم عن أبي هريرة قال زار النبي صلى الله عليه و سلم قبر أمه الحديث قال النووي هذا الحديث وجد في رواية أبي العلاء بن ماهان لأهل المغرب ولم يوجد في روايات بلادنا من جهة عبد الغافر الفارسي ولكنه يوجد في أكثر الأصول في آخر كتاب الجنائز ويضبب عليه وربما كتب في الحاشية ورواه أبو داود والنسائي وابن ماجة قلت قد ذكر بن شاهين في كتاب الناسخ والمنسوخ أن هذا الحديث ونحوه منسوخ بحديث إحيائها حتى آمنت به وردها الله وذلك في حجة الوداع ولي في المسألة سبع مؤلفات
Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, Nabi Muhammad SAW menziarahi
makam ibunya dan seterusnya. Menurut Imam An-Nawawi, ‘Hadits ini terdapat pada
riwayat Abul Ala bin Mahan penduduk Maghrib, tetapi tidak terdapat pada riwayat
orang-orang desa kami dari riwayat Abdul Ghafir Al-Farisi. Namun demikian
hadits ini terdapat di kebanyakan ushul pada akhir Bab Jenazah dan disimpan.
Tetapi terkadang ditulis di dalam catatan tambahan. Hadits ini diiwayatkan Abu
Dawud, An-Nasa’i, dan Ibnu Majah.’ Hemat saya jelas, Ibnu Syahin menyebutkan di
dalam kitab Nasikh dan Mansukh bahwa hadits ini dan hadits yang semakna
dengannya telah dimansukh oleh hadits yang menerangkan bahwa Allah menghidupkan
kembali ibu Rasulullah sehingga ia beriman kepada anaknya, lalu Allah
mewafatkannya kembali. Ini terjadi pada Haji Wada’. Perihal masalah ini saya
telah menulis tujuh kitab,” (Lihat Abdurrahman bin Abu Bakar, Abul Fadhl,
Jalaluddin As-Suyuthi, Ad-Dibaj Syarah Shahih Muslim Ibnil Hajjaj).
Kalangan ahli kalam juga membicarakan perihal ahli fatrah.
Menurut kalangan Muktazilah dan sebagian ulama Maturidiyah, orang-orang ahli
fatrah yang wafat dalam keadaan musyrik termasuk penghuni neraka. Karena bagi
mereka, manusia tanpa diutus seorang rasul sekalipun semestinya memilih tauhid
melalui daya akal yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Sementara kalangan Asy-ari menempatkan ahli fatrah sebagai
kalangan yang terbebas dari tuntutan tauhid karena tidak ada rasul yang
membimbing mereka. Berikut ini perbedaan pendapat yang bisa kami himpun.
واختلف هل يكتفي بدعوة أي رسول كان ولو آدم أو لا بد من دعوة الرسول الذي أرسل إلى هذا الشخص. والصحيح الثاني. وعليه فأهل الفترة ناجون وإن غيروا و بدلوا وعبدوا الأوثان. وإذا علمت أن أهل الفترة ناجون علمت أن أبويه صلى الله عليه وسلم ناجيان لكونهما من أهل الفترة بل هما من أهل الإسلام لما روي أن الله تعالى أحياهما بعد بعثة النبي صلى الله عليه وسلم فآمنا به... ولعل هذا الحديث صح عند بعض أهل الحقيقة... وقد ألف الجلال السيوطي مؤلفات فيما يتعلق بنجاتهما فجزاه الله خيرا.
Artinya, “Ulama berbeda pendapat perihal ahli fatrah. Apakah
kehadiran rasul yang mana saja sekalipun Nabi Adam AS yang jauh sekali dianggap
cukup bahwa dakwah telah sampai (bagi masyarakat musyrik Mekkah) atau
mengharuskan rasul secara khusus yang berdakwah kepada kaum tertentu? Menurut
kami, yang shahih adalah pendapat kedua. Atas dasar itu, ahli fatrah selamat
dari siksa neraka meskipun mereka mengubah dan mengganti keyakinan mereka, lalu
menyembah berhala. Kalau ahli fatrah itu terbebas dari siksa neraka, tentu kita
yakin bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW selamat dari neraka karena keduanya
termasuk ahli fatrah. Bahkan keduanya termasuk pemeluk Islam berdasarkan
riwayat yang menyebutkan bahwa Allah menghidupkan keduanya setelah Nabi
Muhammad SAW diangkat sebagai rasul sehingga keduanya berkesempatan mengucapkan
dua kalimat syahadat. Riwayat hadits ini shahih menurut sebagian ahli hakikat.
Syekh Jalaluddin As-Suyuthi menulis sejumlah kitab terkait keselamatan kedua
orang tua Rasulullah SAW di akhirat. Semoga Allah membalas kebaikan Syekh
Jalaluddin atas karyanya,” (Lihat Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Al-Baijuri
ala Matnis Sanusiyyah, Dar Ihya’il Kutub Al-Arabiyyah, Indonesia, Halaman 14).
Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam karyanya Nuruz Zhalam
Syarah Aqidatil Awam menegaskan sebagai berikut.
قال الباجوري فالحق الذي نلقى الله عليه أن أبويه صلى الله عليه وسلم ناجيان على أنه قيل أنه تعالى أحياهما حتي آمنا به ثم أماتهما لحديث ورد في ذلك وهو ما روي عن عروة عن عائشة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم سأل ربه أن يحيي له أبويه فأحياهما فآمنا به ثم أماتهما. قال السهيلي والله قادر على كل شيء له أن يخص نبيه بما شاء من فضله وينعم عليه بما شاء من كرامته.
Artinya, “Syekh Ibrahim Al-Baijuri mengatakan, ‘Yang benar
adalah bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW selamat dari siksa neraka
berdasarkan riwayat yang menyebutkan bahwa Allah SWT menghidupkan kembali kedua
orang tua Rasulullah SAW sehingga keduanya beriman kepada anaknya, lalu Allah
SWT mewafatkan kembali keduanya. Sebuah riwayat hadits dari Urwah dari
Sayidatina Aisyah RA menyebutkan bahwa Rasululah SAW memohon kepada Allah SWT
untuk menghidupkan kedua orang tuanya sehingga keduanya beriman kepada anaknya,
lalu Allah SWT mewafatkan kembali keduanya. As-Suhaili berkata bahwa Allah maha
kuasa atas segala sesuatu, termasuk mengistimewakan karunia-Nya dan melimpahkan
nikmat-Nya kepada kekasih-Nya Rasulullah SAW sesuai kehendak-Nya,” (Lihat Syekh
Muhammad Nawawi Al-Bantani, Syarah Nuruzh Zhalam ala Aqidatil Awam, Karya Toha
Putra, Semarang, Tanpa Tahun, Halaman 27).
Dari dua pandangan ulama di atas, Penulis lebih cenderung
pada pendapat yang mengatakan bahwa kedua orang tua Rasulullah SAW termasuk
kalangan muslim dan golongan orang-orang yang beriman. Karena sah menurut akal
(ja’iz aqli) bahwa Allah SWT mengabulkan permintaan Rasulullah SAW memandang
pangkat kekasih-Nya yang begitu agung dan mulia itu di sisi-Nya dan begitu
luasnya kemurahan Allah itu sendiri. Wallahu a’lam bis shawab.
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa
dipahami dengan baik. Saran kami jangan sampai perbedaan pendapat dalam masalah
ini menyebabkan kita saling menyalahkan satu sama lain atau bahkan meremehkan
ulama besar yang berbeda pendapat dengan kita. Kami selalu terbuka untuk
menerima saran dan kritik dari para pembaca.
Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq
Wassalamu ’alaikum wr. wb.
No comments