Hukum Onani dalam Islam
HUKUM
ONANI DALAM ISLAM
Assalammualaikum wr.wb
Portal Aswaja
Alhamdulillah,
shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Kalangan remaja atau dewasa tidak sedikit
yang kecanduan dengan onani. Remaja yang pergaulannya tidak karuan, atau
pasutri yang saling berjauhan, banyak yang mengambil onani sebagai solusi untuk
memenuhi hasrat seksual. Bahasan kali ini akan meninjau bagaimana pandangan
Islam mengenai onani (masturbasi).
Mengenal Istilah
“الاستمناء”
Dalam bahasa Arab dikenal istilah
“الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani. Atau secara istilah didefinisikan,
“الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (bersenggama/coitus)
dan cara ini dinilai haram seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan
secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara
pasutri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255)
disebutkan makna “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’
(senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan
cara yang mubah melalui tangan pasangannya.
Istilah “الاستمناء” di sini sama dengan onani atau masturbasi.
Wasilah (Perantara)
Onani
Onani bisa dilakukan dengan tangan, atau
cara bercumbu lainnya, bisa pula dengan pandangan atau sekedar khayalan. Kita
akan mengulas ketiga cara tersebut. Onani dengan bercumbu yang dimaksud adalah
seperti dengan menggesek-gesek kemaluan pada perut, paha, atau dengan cara
diraba-raba atau dicium dan tidak sampai terjadi senggama pada kemaluan.
Pengaruh onani semacam ini sama dengan onani dengan tangan.
Hukum Onani
Onani dengan hanya sekedar untuk
membangkitkan syahwat, hukumnya adalah haram secara umum. Karena Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ
(29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ
غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْعَادُونَ (31)
“Dan
orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka
atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini
tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah
orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. Al Ma’arij: 29-31). Orang yang melampaui batas adalah orang yang zholim
dan berlebih-lebihan. Allah tidaklah membenarkan seorang suami bercumbu selain
pada istri atau hamba sahayanya. Selain itu diharamkan. Namun, menurut ulama
Hanafiyah, Syafi’iyah, dan Imam Ahmad, hukum onani itu makruh tanzih (sebaiknya
dijauhi).
Jika onani dilakukan untuk menekan syahwat
dan takut akan terjerumus zina, maka itu boleh secara umum, bahkan ada yang
mengatakan wajib. Karena kondisi seperti ini berarti melakukan yang terlarang di saat darurat atau mengerjakan
tindakan mudhorot yang lebih ringan.
Imam Ahmad dalam
pendapat lainnya mengatakan bahwa onani tetap haram walau dalam kondisi
khawatir terjerumus dalam zina karena sudah ada ganti onani yaitu dengan
berpuasa.
Ulama Malikiyah memiliki dua pendapat. Ada
yang mengatakan boleh karena alasan kondisi darurat. Ada yang berpendapat haram
karena adanya pengganti yaitu dengan berpuasa.
Ulama Hanafiyah seperti Ibnu ‘Abidin
berpendapat bahwa jika ingin melepaskan diri dari zina, maka onani wajib dilakukan.
Dari berbagai pendapat yang ada, penulis
menilai pendapat yang menyatakan onani
itu haram lebih kuat seperti pandangan Imam
Ahmad dalam salah satu pendapatnya. Karena syahwat tidak selamanya dibendung
dengan onani. Dengan sering berpuasa yaitu puasa sunnah akan mudah membendung
tingginya syahwat. Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
يَا
مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ
فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ
فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ
“Wahai
para pemuda, barangsiapa
yang memiliki baa-ah (kemampuan untuk menikah), maka menikahlah. Karena
itu lebih akan menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa
yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu bagai obat pengekang
baginya.” (HR. Bukhari no. 5065 dan Muslim no.
1400)
Onani Melalui Istri
Mayoritas ulama menilai bolehnya onani
jika yang melakukan adalah pasangannya (istrinya), seperti mengeluarkan mani
dengan cara kemaluan si suami digesek pada paha atau perut istri selama tidak
dilakukan pada kondisi terlarang (yaitu seperti ketika puasa, i’tikaf atau saat
berihram ketika haji dan umrah).
Namun ulama lainnya mengatakan perilaku
onani dari pasangan (istri) dinilai makruh. Dalam Nihayah Az Zain dan Fatawa Al Qodi disebutkan,
“Seandainya seorang istri memainkan kemaluan suami dengan tangannya, hukumnya
makruh, walau suami mengizinkan dan keluar mani. Seperti itu menyerupai
perbuatan ‘azl (menumpahkan
mani di luar kemaluan istri). Perbuatan ‘azl sendiri dinilai makruh.”
Wajib Mandi Setelah
Onani
Para ulama sepakat bahwa
yang melakukan onani wajib mandi (janabah atau junub) jika mani keluar dengan terasa nikmat dan memancar.
Sedangkan ulama Syafi’iyah tidak memandang jika mani keluar tanpa terasa nikmat
dan memancar. Asalkan keluar mani saat onani, mereka nyatakan tetap wajib
mandi. Demikian pula pendapat Imam Ahmad dan pendapat yang tidak masyhur dalam
madzhab Malikiyah.
Sedangkan jika melakukan onani dan ia
menahan mani agar tidak keluar, maka tidak diwajibkan mandi. Karena wajibnya
mandi di sini dikaitkan dengan melihat ataukah tidak.
Pengaruh Onani pada
Puasa
Onani dengan tangan membatalkan puasa
menurut ulama Malikiyah, Syafi’iyah, Hambali dan sebagian besar ulama
Hanafiyah. Karena penetrasi tanpa keluar mani saja membatalkan puasa. Maka
tentu saja jika keluarnya mani dengan syahwat jelas membatalkan puasa. Jika
puasanya batal, hal ini tidak disertai adanya kafaroh seperti jima’ (senggama)
saat puasa karena tidak ada dalil yang mewajibkan adanya kafaroh. Demikian
pendapat ulama Hanafiyah dan Syafi’iyah.
Bahaya Onani dari Sisi
Kesehatan
1.
Ejakulasi dini atau terlalu cepat selesai
ketika melakukan hubungan seks yang sebenarnya. Ketika melakukan onani,
biasanya orang cenderung melakukannya secara terburu-buru dengan harapan dapat
segera mencapai orgasme. Cara onani yang terburu-buru ini akan membiasakan
sistem syaraf untuk melakukan seks secara cepat ketika sedang bercinta. Dan
hasilnya adalah ejakulasi dini.
2.
Gairah seks yang lemah ketika sudah
berumah tangga. Keinginan untuk melakukan hubungan seks kadang sangat rendah
karena sudah terbiasa melakukan onani ketika masih muda.
3.
Orang-orang zaman dulu menyebut onani yang
berlebihan akan menyebabkan kebodohan karena selalu membayangkan hal-hal porno
dan orientasi pikiran selalu negatif.
4.
Badan jadi kurus dan lemah. Karena pikiran
selalu negatif dan berpikir yang porno-porno membuat banyak energi yang
terkuras. Hal ini menyebabkan badan menjadi kurus kering.
5.
Sulit menikmati hubungan seks yang
sebenarnya bersama wanita. Karena sejak remaja sudah terbiasa merasakan seks
secara manual atau onani. Penis yang terbiasa dengan tekanan tertentu dari
tangan menjadi tidak responsif terhadap rangsangan dari vagina.
6.
Perasaan bersalah karena terlalu sering
onani menimbulkan rasa minder dan tidak percaya diri di lingkungan sosial.
7.
Bagi wanita muda yang senang masturbasi
atau onani bisa merobek lapisan hymen keperawanannya.
8.
Mengalami impotensi atau gagal ereksi
ketika berhubungan. Orang yang melakukan onani sudah terbiasa menciptakan
rangsangan yang bersifat mental berupa khayalan-khayalan, hal tersebut membuat
penis tidak terbiasa dengan rangsangan fisik ketika berhubungan seks yang
sebenarnya.
9.
Jadi sering melamun dan pikiran selalu
negatif membuat adaptasi sosial menjadi terbatas.
Solusi dari Onani
Para ulama memberi nasehat bagi orang yang
sudah kecandu onani, hendaklah ia perbanyak do’a, rajin menundukkan pandangan
dari melihat yang haram, dan rajin berolahraga untuk menurunkan syahwatnya.
Namun jika ia dihadapkan pada dua jalan yaitu berzina ataukah onani, maka
hendaklah ia memilih mudhorot yang lebih ringan yaitu onani, sambil diyakini
bahwa perbuatan tersebut adalah suatu dosa sehingga ia patut bertaubat,
memperbanyak istighfar dan do’a. (Sumber: islamweb)
Solusi yang bisa
dirinci:
1.
Banyak berdo’a dan bertaubat kepada Allah,
untuk berhenti dari onani selamanya.
2.
Harus memiliki tekad, kemauan, dan
motivasi yang kuat dari diri sendiri.
3.
Bergaullah dengan orang-orang yang alim,
cerdas, sholeh, beriman, bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa
Anda menuju “lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang
hobi onani. Teman karib yang baik sangat berpengaruh pada seseorang ibarat
seseorang yang berteman dengan penjual minyak wangi. Kalau tidak diberi gratis,
kita bisa dapat bau harumnya secara cuma-cuma. Baca artikel rumaysho.com: Pengaruh Teman Bergaul
yang Baik.
4.
Sibukkan diri dengan beribadah terutama
banyak melakukan puasa sunnah karena puasa akan mudah mengekang syahwat.
Sibukkan diri pula dengan menjaga shalat berjamaah, shalat malam, berzikir, dan
membaca Alquran serta melakukan hal bermanfaat seperti olahraga.
5.
Jika Anda “hobi beronani”, berhati-hatilah
atau waspadalah dengan kanker prostat! Sebab, hasil riset yang dilakukan oleh
Universitas Nottingham Inggris, menyatakan bahwa pria berusia antara 20-30
tahun yang “gemar beronani” memiliki risiko lebih tinggi untuk terkena kanker
prostat. Juga, Sebanyak 34% atau 146 dari 431 orang yang terkena kanker prostat
sering melakukan onani mulai usia 20 tahun. Sekadar tambahan, kanker prostat
adalah penyakit kanker yang berkembang di kelenjar prostat, disebabkan karena
sel prostat bermutasi dan mulai berkembang di luar kendali.
6.
Hindari melihat tontonan, tayangan,
gambar, video, yang “syur”, “aduhai”, atau porno, baik di internet, televisi,
VCD, DVD, dsb. Hindari juga “bacaan dewasa”, “kisah panas”, atau “bumbu-bumbu
seksual”.
7.
Sadarilah bahwa onani hanya akan
menghabiskan energi dan waktu Anda yang sebenarnya dapat Anda gunakan untuk
melakukan hal-hal lainnya yang bermanfaat.
Tinggalkanlah onani dan tempuh cara yang
halal, lalu ingatlah sabda Rasul shallallahu
‘alaihi wa sallam,
إِنَّكَ لَنْ تَدَعَ شَيْئاً لِلَّهِ عَزَّ
وَجَلَّ إِلاَّ بَدَّلَكَ اللَّهُ بِهِ مَا هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنْهُ
“Sesungguhnya
jika engkau meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan memberi ganti
padamu dengan yang lebih baik bagimu.”
(HR. Ahmad 5: 363. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shohih)
Wallahu waliyyut
taufiq. Walhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
* Bahasan di atas sebagian besar disarikan
dari Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait, pada index kata
‘الاستمناء’, juz ke-4, hal. 97-102.
Semoga Pembahasan ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan
kita perihal Hukum Onani.
Wassalammualaikum wr.wb
No comments