Ngawur, Khalid Basalamah Menyatakan Bahwa Allah Punya kaki yang Sangat Besar
Khalid Basalamah: Allah Punya Kaki
Gedee Sekali di Singgasana (Kursi)
Portal
Aswaja
Disadari
atau pun tidak, Khalid Basalamah terjebak pada penetapan Jarihah bagi Allah,
jika dia menolak kenyataan ini, maka berarti dia telah mengutamakan sikap
kesombongannya (mukabarah). Demikian juga umumnya kaum wahabi selama memiliki
keyakinan semacam itu, mereka akan terus terjebak dalam perangkap buruknya itu.
Allah
berfirman :
وهو
الذي يتوفٰكم باليل ويعلم ماجرحتم بالنهار
"Dan
Dia-lah yang menidrukan kamu di malam hari dan Dia mengetahui apa yang kamu
kerjakan di siang hari". (QS. al-An’An’aam: 60)
ام
حسب الذين اجترحوا السيآت
"Apakah
orang-orang yang melakukan kejahatan". (QS. al-Jatsiyah: 21)
Allah juga
berfirman:
يسألونك ماذا احل لهم قل احل لكم الطيبات وما علمتم من الجوارح مكلبين
"Mereka
bertanya padamu (Muhammad), “Apakah yang dihalalkan bagi mereka?” Katakanlah,
"Yang dihalalkan bagimu (adalah makanan) yang baik-baik dan (buruan yang
ditangkap) oleh binatang pemburu yang telah kamu latih untuk berburu."
(QS. Al-Maidah: 4)
Disebut
anggota manusia seperti dua tangan, dua kaki, mata sebagai jawarih karena semua
itu adalah alat yang digunakan untuk melakukan sesuatu.
Seorang
ulama ahli lughah Abu Manhsur al-Azhari mengatakan "telah berkata imam
al-Laits :
جوارح الانسان عوامل جسده من يديه ورجليه واحدتها جارحة
"Jawarih
manusia adalah alat-alat jasadnya berupa kedua tangan atau kaki. Mufradnya
adalah Jarihah." (Tahdzib al-Lughah: 4/86)
Maka yang
dimaksud Jarihah yang telah dinafikan oleh ulama salaf dan khalaf adalah alat
berbuat, yang dengannya, ia berusaha. Oleh sebab itu, Imam Abu Jakfar
ath-Thahawi berkata :
وَتَعَالىَ- أَيْ اللهُ- عَنِ اْلحُدُوْدِ وَاْلغَايَاتِ وَاْلأَرْكَانِ وَاْلأَعْضَاءِ وَاْلأَدَوَاتِ، لاَ تَحْوِيْهِ اْلجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ اْلمُبْتَدَعَاتِ
"Maha
suci Allah dari batas-batas (bentuk kecil maupun besar, jadi Allah tidak
mempunyai ukuran sama sekali), batas akhir, sisi-sisi, anggota badan yang besar
(seperti wajah, tangan dan lainnya) maupun anggota badan yang kecil (seperti
mulut, lidah, anak lidah, hidung, telinga dan lainnya). Dia tidak diliputi oleh
satu maupun enam arah penjuru (atas, bawah, kanan,kiri, depan dan belakang)
tidak seperti makhluk-Nya yang diliputi enam arah penjuru tersebut".
(Al-Aqidah ath-Thahawiyyah: 28)
Oleh sebab
itu, untuk menyelamatkan diri dari kenyataan pahit ini, sebagian ulama wahabi
berani berfatwa secara terbuka dan terang-terangan bahwa Allah butuh dengan
anggota tubuh, Allah butuh dengan alat. Ibnu Baz berkata:
نفي
الجسمية والجواريح والاعضاء عن الله من الكلام المذموم
"Meniadakan
jisim, organ dan anggota tubuh dari Allah adalah termasuk ucapan yang
tercela" (Tanbiihaat ‘ala man ta’awwala ash-Shifaat: 19)
Muhammad
Khalil Harras mengatakan dalam ta’liqnya (komentarnya) terhadap kitab tauhid
dari Ibnu Khuzaimah yang dicetak tahun 1403 terbitan Dar al-Kutub al-Ilmiyyah
pada halaman 63 berikut:
"Menggenggam
tentunya dengan tangan secara hakikatnya bukan dengan nikmat. Jika mereka
berkata 'Sesungguhnya huruf ba di sini bermakna sebab maksudnya dengan sebab
iradah kenikmatan,' maka kita jawab pada mereka, "dengan apa menggengam
itu?" Karena sesungguhnya menggenggam itu butuh kepada alat, maka niscaya
tak ada jawaban dari mereka, jika saja mereka mau merendahkan diri
mereka."
Dan Ibnu
Taimiyyah secara terang-terangan pun mengakui bahwa Allah butuh terhadap alat
untuk berbuat: (lihat Majmu’ al-Fatawa: 3/86)
Kalangan
wahabi telah membuat satu persepsi bahwa haqiqat sifat Allah dan manusia itu
sama namun berbeda dalam kaifiyyahnya. Dalam pikirannya terbayang bahwa tangan
dan kaki Allah adalah alat untuk mengambil dan memberi sebagaimana tangan
manusia adalah alat untuk mengambil dan memberi, akan tetapi menurutnya tangan
Allah ini berbeda dengan tangan manusia dari segi kaifiyyahnya, adapun dari
segi makna dan hakikat adalah sama.
Oleh sebab
itu Khalid Basalamah dan wahabi lainnya memaknai yad (tangan) dan rijl (kaki)
dengan makna hakikatnya secara bahasa.
Dia telah
menyimpulkan bahwa al-Qabdh (menggenggam) dan al-Basth (melepaskan genggaman)
bagian dari kelaziman tangan Allah yang bersifat menyentuh, ini konsekuensi
atau akibat pemikiran tersebut.
Padahal
tidak ada satu pun nash yang menjelaskan bahwa jari-jari dalam ayat mau pun
hadits itu tempatnya pada tangan atau jari-jari itu termasuk bagian dari
kelaziman tangan? Khalid Basalamah mengunakan qiyas akidah tajsim dan tasybih.
Naudzubillah tsumma naudzubillah min dzalik. Jangan ikuti ucapan orang seperti
ini.
No comments